Televisi Diimbau Tidak Tayangkan Korban Secara Vulgar
Semarang (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah mengimbau televisi untuk tidak menayangkan evakuasi korban gempa di Sumatra Barat secara vulgar, agar tidak menyalahi aturan penyiaran.
Anggota KPID Jateng, Najahan Musyafak di Semarang, Minggu mengatakan, akhir-akhir ini KPID Jateng maupun dia secara pribadi mendapat keluhan masyarakat tentang penayangan korban gempa secara vulgar atau terang-terangan.
"Saya kira korban gempa tidak harus diperlihatkan secara terang-terangan, seperti memperlihatkan mayat atau potongan organ tubuh yang tertimpa gempa tidak harus ditayangkan dengan jelas, karena berdampak pada trauma masyarakat," katanya.
Selain itu, kata dia, diharapkan juga televisi tidak mengeksploitasi korban gempa, seperti menyuruh korban menangis, meronta-ronta dan sebagainya.
Banyak pemisra televisi yang mengeluhkan akan tayangan itu, kata dia.
"Saya berharap televisi juga tidak menayangkan mayat-mayat dengan jelas, ini membuat takut dan jijik para pemirsa," katanya.
Menurut dia, dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Penyiaran, dalam pasal 36, disebutkan bahwa televisi tidak boleh memperlihatkan tayangan-tayangan yang memiliki nilai ekspliotasi.
Ia mengatakan, peraturan KPI nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran (SPS) Pasal 30 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran agar membatasi gambar yang memperlihatkan korban bencana dengan memperhatikan dampak negatif seperti trauma.
Baik kepada keluarga korban atau penonton anak-anak, dan lain-lain.
"Pasal 30 SPS mengatur agar gambar korban bencana disamarkan dan durasinya dibatasi," katanya.
Masih menurut Najahan, dalam Pasal 54 SPS dikatakan, dalam meliput dan atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena tragedi bencana, lembaga penyiaran harus mempertimbangkan dampak peliputan bagi proses pemulihan korban dan keluarganya.
Serta tidak boleh menambah penderitaan ataupun trauma orang yang terkena musibah, dan atau orang yang sedang berduka, dengan cara memaksa, menekan korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya.
"Yang harus dilakukan oleh peliput adalah menampilkan korban gempa secara manusiawi," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya akan menghimpun keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut, kemudian akan dirapatkan dan secara kelembagaan KPID untuk menegur media yang menayangkan korban gempa secara vulgar.
"Dalam penayangan ada etikanya sendiri, tidak boleh berlebihan," katanya.
Anggota KPID Jateng, Najahan Musyafak di Semarang, Minggu mengatakan, akhir-akhir ini KPID Jateng maupun dia secara pribadi mendapat keluhan masyarakat tentang penayangan korban gempa secara vulgar atau terang-terangan.
"Saya kira korban gempa tidak harus diperlihatkan secara terang-terangan, seperti memperlihatkan mayat atau potongan organ tubuh yang tertimpa gempa tidak harus ditayangkan dengan jelas, karena berdampak pada trauma masyarakat," katanya.
Selain itu, kata dia, diharapkan juga televisi tidak mengeksploitasi korban gempa, seperti menyuruh korban menangis, meronta-ronta dan sebagainya.
Banyak pemisra televisi yang mengeluhkan akan tayangan itu, kata dia.
"Saya berharap televisi juga tidak menayangkan mayat-mayat dengan jelas, ini membuat takut dan jijik para pemirsa," katanya.
Menurut dia, dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Penyiaran, dalam pasal 36, disebutkan bahwa televisi tidak boleh memperlihatkan tayangan-tayangan yang memiliki nilai ekspliotasi.
Ia mengatakan, peraturan KPI nomor 03 Tahun 2007 tentang Standar Program Siaran (SPS) Pasal 30 menyebutkan bahwa lembaga penyiaran agar membatasi gambar yang memperlihatkan korban bencana dengan memperhatikan dampak negatif seperti trauma.
Baik kepada keluarga korban atau penonton anak-anak, dan lain-lain.
"Pasal 30 SPS mengatur agar gambar korban bencana disamarkan dan durasinya dibatasi," katanya.
Masih menurut Najahan, dalam Pasal 54 SPS dikatakan, dalam meliput dan atau menyiarkan program yang melibatkan pihak-pihak yang terkena tragedi bencana, lembaga penyiaran harus mempertimbangkan dampak peliputan bagi proses pemulihan korban dan keluarganya.
Serta tidak boleh menambah penderitaan ataupun trauma orang yang terkena musibah, dan atau orang yang sedang berduka, dengan cara memaksa, menekan korban dan/atau keluarganya untuk diwawancarai dan atau diambil gambarnya.
"Yang harus dilakukan oleh peliput adalah menampilkan korban gempa secara manusiawi," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya akan menghimpun keluhan-keluhan dari masyarakat tersebut, kemudian akan dirapatkan dan secara kelembagaan KPID untuk menegur media yang menayangkan korban gempa secara vulgar.
"Dalam penayangan ada etikanya sendiri, tidak boleh berlebihan," katanya.
12 komentar:
pertamaxx...hahahahaha..ya iyalah masa liput bencana tapi pake vulgar2an kan ga etis ...
Terlalu over ya kalau sudah ketimpa susah malah di publikasikan dengan menampilkan yang mengerikan.
Betul, kalo ditayangkan terus menerus akan membuat Trauma kita semua & ada rasa Hiiii....
hihi... itulah masyarakat kita.
kalu g di kasih kesan vulgar dikit mungkin g liyat tu bencana alam
^_^
f.uf.u
sory... cm isenk di shoutmix.. jadi ini toch khusnul... hehe...
dari kpn, koq alexanya press bgt...? hehe... master nie..
wah ada bakat jadi wartawan nich, penyajiannya cukup bagus dan enak dibaca...sukses ya noon.. :)
yak seh, coba kalau ketika kita sedang makan terus lihat tangan korban yg terpisah dengan tubuh .. nda ngeri tuh
Saya setuju,... karena hanya akan menambah kesedihan keluarga yang ditinggalkan.
Daripada menayangkan reruntuhan bangunan, mayat2 bergelimpangan, wajah-wajah sedih korban, mending diganti dengan tayangan-tayangan yang MEMBANGKITKAN SEMANGAT...seperti misalnya, anak sekolah yang MASIH TETAP SEKOLAH meski ga punya gedung...etc...
bagaimana kawan-kawan??
org yg meliput bukan manusia.mana ada hati nurani/perasaan.yg meliput itu mungkin robot atau sejenisnya gitu.hohoho..kalo gak meliput secara vulgar,job iklan kurang donk....kalo meliput secara vulgar kan punya nilai jual tinggi...mungkin pemikiran manajemen stasiun tv begitu wkwkwkwk
bener juga tuh,,,kadang2 suka pada lebay dah,,yg tadi nya nangis biasa jadi meraung2 depan kamera..gak ngerti siapa yg nyari sensasi...
Post a Comment